Depresi di Sekitar Kita
Oleh : dr.Andri,SpKJ,FAPM (Psikiater, Fellow of Academy of Psychosomatic Medicine (USA) )
Depresi dalam keseharian kita sering disalahartikan sebagai gangguan jiwa yang berkaitan dengan kegilaan. Kesalahpahaman ini terjadi karena kebanyakan masyarakat tidak bisa membedakan antara depresi dan stres dengan gangguan jiwa berat seperti skizofrenia. Lebih jauh lagi, karena adanya stigma yang melekat erat pada masalah kejiwaan, gangguan depresi yang merupakan gangguan jiwa yang mempunyai harapan sembuh yang baik sering kali tidak ditangani dengan baik dan segera. Bahkan banyak orang yang sering menganggap gangguan depresi adalah masalah yang berkaitan dengan keimanan seseorang saja dan tidak dianggap sebagai gangguan medis yang membutuhkan pertolongan profesional di bidang kesehatan jiwa.
Penelitian mengatakan bahwa depresi sebenarnya banyak terjadi di dalam kehidupan manusia. Sekitar 1 dari 7 orang dikatakan pernah mengalami gejala dan episode depresi dalam kehidupannya. Jika tidak dikenali dengan baik maka depresi akan berlangsung berulang dan berkepanjangan yang akan sangat mengganggu kehidupan orang yang menderitanya dan mengganggu kualitas hidupnya. Tanpa kita sadari, depresi merupakan penyebab disabilitas utama saat ini di dunia. Badan kesehatan dunia WHO memprediksikan pada tahun 2020 gangguan depresi merupakan nomor dua penyumbang penyebab ketidakmampuan seseorang dalam kehidupannya. Gangguan depresi, berada pada urutan di bawah penyakit kardiovaskuler. Penyebab depresi tidak dideteksi secara dini dan akhirnya menyebabkan masalah dalam kehidupan pasien tanpa diketahui yaitu manifestasi gejala klinis depresi yang beragam baik yang berupa gejala psikologis maupun gejala fisik. Sering kali seseorang tidak menyadari bahwa dirinya sebenarnya mengalami depresi sampai suatu ketika ternyata didiagnosis demikian oleh dokter yang tepat.
Gejala dan Tanda Depresi
Gejala klasik depresi sering dikatakan sebagai tiga gejala utama depresi (disebut sebagai trias depresi) mengenai gejala pada mood (suasana perasaan), pikiran (kognitif) dan perilaku (psikomotor) seseorang yang mengalaminya. Mood yang menurun (disebut mood hipotim atau depresif) merupakan gejala yang khas pada pasien depresi. Orang yang mengalami depresi bukan hanya menurun suasana perasaannya dalam rentang waktu sehari atau dua hari tetapi lebih dari dua minggu. Orang lain melihat orang depresi wajahnya tampak murung atau sedih berkepanjangan dan suasana perasaan ini menetap dalam kehidupannya sehari-hari. Pikiran yang kosong, rasa putus asa dan tidak ada harapan, perasaan hampa adalah gejala utama yang sering dialami orang yang mengalami depresi. Rasa putus asa ini yang sering menyebabkan orang yang mengalami depresi tidak ada keinginan untuk terus hidup dan sering kali ada pikiran bunuh diri. Kesulitan konsentrasi dalam beraktifitas sehari-hari dan kehilangan minat terhadap sesuatu yang dulu dinikmati adalah gejala gangguan pikiran yang khas pada pasien depresi. Perilaku pasien depresi juga dilihat dalam kehidupannya sehari-hari menjadi lambat dan seperti tidak bertenaga. Pasien depresi sering mengeluhkan bahwa dirinya seperti kehabisan tenaga untuk melakukan sesuatu. Bagi mereka bangun tidur di pagi hari sangat berat, rasanya seperti ada hal yang menahannya untuk bergerak. Pasien depresi menjadi kesulitan untuk melakukan hal-hal yang bahkan kecil sekalipun. Gangguan psikomotor ini jangan disamakan dengan rasa malas normal yang bisa dialami oleh orang-orang pada umumnya. Kelelahan yang dialami pasien depresi biasanya tidak hilang dengan istirahat yang cukup dan biasanya berkepanjangan.
Gejala-gejala depresi yang lain antara lain gangguan tidur (baik sulit tidur atau malah tidur berlebihan), gangguan makan (terlalu banyak makan atau tidak mau makan sama sekali), sulit konsentrasi, penurunan gairah seks yang nyata, penurunan berat badan walaupun sedang tidak dalam diet dan beberapa di antaranya juga mengalami gejala kecemasan.
Secara diagnosis klinis, bila gejala-gejala yang disebutkan di atas terjadi lebih dari dua minggu maka diagnosis depresi bisa ditegakkan dan terapi untuk kasus depresi harus dilaksanakan segera agar mencapai hasil yang optimal. Inilah peran diagnosis dini yang segera dan pengobatan yang tepat dan segera.
Pengobatan
Gangguan depresi sampai saat ini belum ditemukan penyebab pastinya. Seperti kebanyakan masalah gangguan kejiwaan, gangguan depresi juga disebabkan oleh berbagai faktor di antaranya faktor biologi (faktor genetik bawaan dari orang tersebut), faktor psikologi, dan faktor sosial lingkungan. Ketiga faktor utama itu yang saling berkaitan dalam membuat suatu kondisi gangguan depresi pada seseorang. Hal itulah yang membuat gangguan depresi diobati dari berbagai cara, baik dengan pengobatan farmakologis (dengan obat-obatan antidepresan) dan secara non-farmakologis (dengan psikoterapi atau terapi bicara). Cara lain yang masuk dalam kategori pengobatan alternatif dan tambahan juga sering kita dengar, namun demikian bukti-bukti ilmiah pendukung untuk mendukung pengobatan alternatif tersebut masih sedikit sehingga belum dapat direkemondasikan sebagai terapi utama.
Jika melihat faktor genetik biologi maka depresi secara teoritis dikatakan melibatkan sistem neurotransmitter monoamine di otak. Neurotransmitter sendiri adalah suatu zat kimiawi penghubung di otak untuk komunikasi antar sistem saraf. Sistem monoamine ini sendiri terdiri dari serotonin, dopamin dan norepinephrine (noradrenaline). Secara teori dikatakan pada pasien depresi terjadi ketidakseimbangan pada sistem monoamine ini. Neurotransmitter serotonin banyak dianggap yang paling bertanggung jawab terhadap terjadinya depresi. Kekurangan neurotransmitter serotonin dianggap sebagai penyebab munculnya gejala-gejala depresi. Obat-obat antidepresan yang beredar di pasaran juga banyak dikaitkan dengan mekanismenya dalam meningkatkan ketersediaan serotonin di sistem saraf otak agar gejala depresinya membaik.
Sayangnya ternyata banyak juga pasien yang tidak membaik dengan pengobatan golongan obat serotonin saja. Obat antidepresan jenis lain yang juga menyeimbangkan sistem noreprnephrine dan serotonin juga dikatakan mempunyai peranan dalam memperbaiki gejala depresi. Sistem dopamine juga dikatakan memegang peranan penting. Pada kasus-kasus depresi yang berat dan tidak mengalami perbaikan dengan terapi obat antidepresan golongan serotonin saja, penelitian mengatakan penambahan obat antipsikotik golongan penyeimbang dopamin menghasilkan hasil terapi yang baik. Penggunaannya pada kasus-kasus di awal terapi depresi tanpa harus menunda sampai parah juga menghasilkan hasil pengobatan yang baik dan segera untuk pasien depresi.
Faktor psikologi juga perlu mendapatkan perhatian. Secara teoritis psikodinamik, Sigmund Freud pernah mengatakan bahwa depresi disebabkan karena seseorang kehilangan objek yang dicintainya. Objek dicintainya ini bukan berarti hanya berupa materi tetapi juga yang bersifat non-materi. Pengobatan dengan pendekatan psikoterapi atau disebut juga talking therapy (terapi dengan berbicara) telah diteliti dan dikatakan menghasilkan hasil pengobatan yang baik. Salah satu jenis terapi yang saat ini banyak diteliti dan telah terbukti ilmiah menghasilkan perbaikan pada pasien depresi adalah dengan menggunakan terapi kognitif dan perilaku atau dikenal dengan Cogntive Behavior Therapy (CBT). Terapi ini sebagaimana layaknya terapi farmakologis juga harus dilakukan oleh profesional kesehatan jiwa yang kompeten.
Faktor sosial lingkungan yang berpengaruh terhadap terjadinya depresi biasanya terkait dengan lingkungan terdekat orang itu sendiri seperti rumah tangga dan pekerjaan. Daya adaptasi yang menurun dan tekanan yang berkepanjangan serta tidak diadaptasi baik bisa menimbulkan gejala-gejala depresi. Modifikasi lingkungan sosial termasuk meningkatkan mekanisme adapatasi yang baik pada pasien yang mengalami gangguan depresi juga termasuk salah satu pendekatan terapi yang disarankan dilakukan dalam pengobatan depresi yang menyeluruh.
Depresi Bisa Disembuhkan
Depresi bisa disembuhkan dengan terapi yang tepat dan segera. Walaupun banyak penelitian mengatakan bahwa angka kekambuhan depresi cukup tinggi bahkan sampai mencapai 50%, namun demikian orang dengan gangguan depresi jangan sampai kehilangan harapan sembuh. Pada prakteknya banyak pasien depresi yang mengalami kesembuhan dan tidak kambuh lagi gejalanya dalam waktu yang lama. Beberapa pasien depresi memang memerlukan pengobatan jangka panjang bertahun-tahun sampai seumur hidup. Walaupun demikian tujuan dari pengobatan sebenarnya bukan hanya menghilangkan gejala depresi tetapi mendapatkan kualitas hidup yang baik sehingga dapat beraktifitas normal kembali walaupun dalam terapi.
Salah satu yang bisa kita lakukan adalah mengenali gejala depresi pada orang-orang terdekat kita dan segera menyarankan mereka untuk berobat ke profesional di bidang kesehatan jiwa agar mendapatkan pengobatan yang segera dan menyeluruh. Deteksi dini masalah depresi akan membawa kepada hasil pengobatan yang lebih baik. Semoga bermanfaat. Salam Sehat Jiwa.