"Akhirnya Ada Harapan bagi Pasien dengan Penyakit Ginjal Polikistik"
Penulis :
dr. Sugemay Indra
Senior Medical Advisor Otsuka Indonesia
(Departemen Medical Affairs TMBG)
Penyakit polikistik ginjal atau yang lebih dikenal dengan sebutan Penyakit Ginjal Polikistik Autosomal Dominan (ADPKD) merupakan penyakit yang dapat diturunkan ke keturunan selanjutnya dan penyakit ini disebabkan adanya mutasi gen PKD1 dan PKD2 yang menyebabkan perubahan pada efek vasopresin-2 di ginjal yang awalnya berfungsi mereabsorbsi air untuk mencegah tubuh kekurangan cairan yang mengalami perubahan dengan meningkatkan sekresi cairan ke kista dan meningkatkan pembentukan sel kista ginjal. Kedua hal ini lah yang akan menyebabkan pertumbuhan kista yang semakin besar dan banyak di ginjal. Kondisi ini akan terus berkembang yang akhirnya akan menyebabkan penurunan fungsi ginjal bahkan gagal ginjal.
Penyakit Polikistik Ginjal ini bisa muncul sejak lahir, atau saat remaja dan terus berkembang. Saat usia 50 tahun mulai muncul gejala hipertensi atau nyeri pinggang. Gangguan ginjal lainnya juga dapat timbul seperti kencing berdarah, batu ginjal atau infeksi saluran kencing. Pada saat gejala ini muncul, ukuran kista - kista yang terbentuk biasanya sudah cukup besar, dikarenakan adanya mekanisme adaptasi pada fase awal. Sehingga sangat penting agar dapat mendeteksi penyakit ini sedini mungkin dengan melakukan screening pada keluarga pasien yang mengidap ADPKD.
dr. Dwi Lestari, SpPD-KGH selaku nefrolog di Semarang dan di RS Telogorejo menyampaikan “Resiko penyakit ADPKD ini menurun ke keturunan berikutnya sampai 50 % dan kalau ada keluarga terdiagnosis dengan ADPKD secepatnya lakukan skrining karena ADPKD tidak akan melewatkan satu generasi dimana setiap generasi akan dapat muncul penyakit ADPKD ini. Sehingga semakin dini terdiagnosis, kita bisa memperlambat progresifitasnya. Tipsnya minum banyak, pengaturan makan, dan Tolvaptan (Jinarc)”
Dahulu, pasien dengan penyakit polikistik ginjal dihadapkan pada pilihan hanya bisa pasrah menuju gagal ginjal dikarenakan belum ada terapi yang spesifik untuk kondisi ini. Bahkan pasien dapat merasa bersalah dikarenakan kondisi polikistik ginjal ini adalah penyakit keturunan dan tentunya hal ini sangat mempengaruhi fisik dan psikis dari pasien. Menurut beberapa nefrolog, pasien harus dikonsultasikan ke psikiatri untuk mempersiapkan pasien pada kondisi gagal ginjal. Hal ini juga membuat pasien dan para nefrolog putus asa karena tidak ada harapan disebabkan sebelumnya belum ada terapi yang bisa digunakan untuk penyakit polikistik ini.
Akhirnya harapan itu muncul dengan hadirnya obat Tolvaptan yang sudah mendapatkan persetujuan BPOM dan FDA untuk digunakan pada pasien ADPKD atau penyakit polikistik ginjal ini. Dari penilitian yang menggunakan Tolvaptan, Tolvaptan terbukti dapat memperlambat pemburukan fungsi ginjal dan memperlambat pembesaran volume ginjal. Pemberian Tolvaptan juga terbukti dapat mengurangi rasa nyeri dan batu ginjal.
dr. Aida Lydia, SpPD-KGH, selaku ketua Pernefri dan ADPKD team menyampaikan “Tolvaptan telah memberikan harapan untuk pasien dan keluarga. Dikarenakan pemberiannya dalam dosis tinggi, maka diperlukan kehati-hatian dan evaluasi secara berkala”.
Penggunaan Tolvaptan untuk ADPKD ini menggunakan dosis yang cukup tinggi sehingga memiliki resiko untuk kemungkinan munculnya efek samping terutama efek samping terhadap organ hati/liver dan akan sering kencing. Untuk itu dibutuhkan pemahaman yang baik dari dokter dan pasien untuk mencegah dan mengatasi resiko efek samping ini. Dalam pelaksanaannya perlu penerapan Risk Manajemen Plan (RMP) dengan tujuan pasien akan mendapatkan benefit yang lebih banyak dari pemberian terapi Tolvaptan ini dengan efek samping yang minimal.
Penggunaan Tolvaptan untuk ADPKD telah mendapat persetujuan dari beberapa negara seperti Amerika Serikat, Kanada, Jepang dan di Indonesia. Dengan demikian Tolvaptan dapat menjadi harapan baru bagi para dokter, pasien dan keluarga di Indonesia.